Tittle :
The TEEN-ACE (Chapter 3)
Casts :
Yoo
Raeun (OC)
Kim Sohye (ex IOI)
Park Ji Hoon (Wanna One)
Hwang Min Hyun (Wanna One)
Joen Somi (ex IOI)
Jung Chaeyeon (DIA)
Kim Jae Hwan (Wanna One)
Ha Soek Jin (Actor)
Author :
Shin
Eun So / Nugichan (Wp)
Genre :
AU,
School life, Romance
Length :
Chapter
Ratting : General
Disclaimer : This FF is truly
mine. No Copy No Plagiat. Enjoy Reading !
"I was locked by your face"
Sohye
yakin dirinya belum terlambat, dengan langkah sigap ia memasuki ruangan yang
terpias warna jingga. Satu kejutan lagi bagi Sohye ketika maniknya menangkap
objek yang tengah dilahap oleh kobaran api yang kian detik kian membesar, ia
dapat dengan jelas melihat bagian yang bertuliskan soal kompetisi fisika dengan
nama dan logo universitas yang telah menjadi bahan pembicaraan sekolah
akhir-akhir ini. Ia kemudian memutar badannya dan berkeliling ruangan mencari alat
pemadam kebakaran, namun tak berhasil mendapatkannya. Sohye segera berlari ke luar
menuju beberapa ruangan terdekat berharap dapat menemukan alat pemadam api,
namun ruang-ruang tersebut sudah terkunci. Ia pun terus berlari menuju ruang
lainnya sembari berteriak berharap ada seseorang yang mendengarnya, tiba-tiba
dirinya terpikirkan sesuatu, alarm sekolah, namun keanehan lain kembali terjadi
saat ia mencoba membunyikan alarm tersebut, tidak berfungsi. Sohye menggerutu kesal, kenapa di saat seperti ini
ia tak menemukan satupun penjaga sekolah yang bertugas melakukan shift malam. Tarikan
nafasnya semakin cepat dan suaranya kian serak, akhirnya Sohye memutuskan menuju
ruang kebersihan, dengan cepat ia mengambil beberapa kain lap kemudian
membasahinya.
Masih
dengan nafas terengah-engah dan buliran keringat yang membasahi tubuhnya, Sohye
kembali berlari dengan beberapa kain basah di tangannya. Tiba di ruang guru,
maniknya tak lagi menemukan cahaya api, melainkan beberapa penjaga sekolah yang
memandang heran kedatangannya.
~
Raeun yang
baru saja mendapat kabar tentang insiden
terbakarnya soal-soal kompetisi fisika segera menuju kelas A dengan langkah
terburu-buru. Setibanya di sana mata Raeun berkeliaran mencoba mencari sosok
yang benar-benar ingin ia temui, namun pemandangan yang ia temukan hanya
beberapa siswa yang sibuk dengan laptop
dan buku-buku pelajaran.
“Jihoo,
dimana Sohye?” Raeun langsung bertanya begitu melihat salah satu siswa kelas A yang
hendak menuju kelasnya.
“Bukankah
dia sedang ada di ruang sidang sekarang?”
Raeun membulatkan
kedua matanya, sekarang ia benar-benar percaya kabar dijadikannya Sohye sebagai
tertuduh insiden itu. Ia kembali melangkahkan kakinya menuju ruang sidang.
Setibanya di sana Raeun berdecak miris, tak ada satupun siswa dari kelas A yang
menunjukkan keberadaannya untuk memberi dukungan kepada Sohye, padahal sekarang
adalah jam istirahat. Sohye pasti benar-benar merasa kesepian.
Dari balik
kaca jendela ia dapat melihat raut kelam wajah Sohye yang tengah diadili oleh
beberapa guru dan kepala sekolah, tak jauh darinya duduk seorang pria yang ia yakini
adalah ayahnya. Dengan gelisah Raeun menunggu sesekali ia melihat ke dalam
ruangan, hingga tak berapa lama kemudian kepala sekolah dan beberapa guru terlihat
melangkah keluar dari ruangan itu.
“Sohye-a” Raeun segera menghampiri Sohye yang
baru saja keluar diikuti oleh ayahnya
“Anyoenghaseo,
samcheon.” menyadari kehadiran ayah Sohye, Raeun segera membungkuk untuk
menyapa yang dibalas ayah Sohye dengan senyuman.
“Ayah akan
menunggumu di depan gerbang sekolah.” Ujar Ayah Sohye sebelum akhirnya ia pergi
meninggalkan berdua.
“Gwenchana?”
Tanya Raeun. Sohye hanya mengangguk pelan disertai satu senyuman yang terbit
dari bibirnya, seakan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Namun Raeun
mengetahui apa yang tengah dirasakan Sohye sekarang dari matanya yang terlihat
sembab.
“Gomawo
atas kepedulianmu, walau tidak sekelas, aku benar-benar merasa kau adalah classmate
ku.”
Raeun ikut
tersenyum mendengar pernyataan Sohye, dugaannya benar jika Sohye tak memiliki
satu teman pun di kelasnya, terbukti sekarang tak ada satu pun siluet dari
siswa-siswa kelas yang paling dibanggakan itu datang mengungjunginya. Raeun
tahu sekarang bagaimana kehidupan kelas A yang sebenarnya, membuatnya melempar
jauh sisa-sisa keinginannya dulu untuk masuk ke kelas A saat tahun pertama
menjadi siswa Tourin.
“Sohye-a, aku ada di pihakmu.” Ucap Raeun
kembali seraya menepukkan kepalan
tangannya di dada.
Sohye
lantas tersenyum, ia dapat melihat kesungguhan dari tatapan mata Raeun. Namun
bahunya kembali lemas mengingat sanksi yang ia dapat dari sidang tadi “Mungkin
selama seminggu ke depan kita tak akan berjumpa di sekolah”
“Hwaiting
Sohye-a, tetaplah kuat seperti akar pohon pegunungan yang mampu menahan air dan tanah sekaligus,
Ini hanya persoalan waktu, jadi bersabarlah.”
Mendengar
perkataan Raeun membuat Sohye terharu sehingga ia tak mampu lagi menahan tangisnya.
Raeun yang mengerti kemudian memeluknya, mencoba memberi kekuatan, ia yakin
jauh di dalam diri Sohye ada sosok kuat.
Tanpa
disadari seseorang tengah memperhatikan mereka dari jauh, Ji Hoon menarik
nafasnya dalam, ia tahu hal ini akan terjadi. Jauh dalam hatinya ada rasa iba
terhadap gadis itu, namun diatas perasaan itu, ada hal lebih yang menarik
dirinya untuk keluar dari batas yang selama ini ia buat, dan Ji Hoon bertekad
untuk melewati satu dari batas itu.
~
Tuan
Joen memijat pelan pelipisnya, baru saja ia terlibat negosiasi serius dengan
perwakilan Universitas London. Pihak mereka telah mengetahui kabar terbakarnya
soal-soal kompetisi Fisika, dan hal itu hampir saja membatalkan perjanjian kerjasama
yang telah susah payah dibuat oleh sang komite utama Tourin School.
“Kompetisi
ini akan ditunda sampai bulan depan. Bagaimanapun juga aku tak ingin ada
kejadian seperti ini terulang lagi”
“Ye.
Tuan Joen” sahut Kwang Ji Hae, kepala sekolah Tourin dengan penuh hormat. “Kami
juga sudah memberikan sanksi kepada salah seorang siswa yang terbukti melakukan
pembakaran tersebut.”
Tuan
Joen mengernyitkan alisnya, ia memang mendengar jika kebakaran itu diakibatkan
salah seorang siswa, namun dirinya tak ingin membahas hal tersebut lebih
lanjut.
“Yang
penting kompetisi itu tetap berlanjut dengan melibatkan seluruh siswa. Aku
yakin, ini salah satu cara untuk mengetahui potensi yang selama ini anak itu
sembunyikan.”
Kepala
sekolah Kwang mengangguk tersenyum, dari awal dirinya memang sudah tahu apa
tujuan utama direktur Joen mengadakan kerjasama dengan Universitas London
tersebut, itulah mengapa walau terjadi insiden, Tuan Joen tetap mempertahankan
komitmennya.
~
Cuaca
malam yang cukup menggelitik kulit serta suasana sekolah yang sepi dengan
pencahayaan minim tak menghalangi langkah seorang gadis untuk menuntaskan
misinya malam ini. Semenjak insiden pembakaran soal kompetisi Fisika, penjagaan
sekolah semakin diperketat. Namun setelah ia terlibat pembicaraan yang cukup
panjang lebar dengan Sohye siang tadi tentang kejanggalan pada CCTV yang
ditampilkan saat sidang, membuat tekad gadis yang tak lain adalah Yoo Raeun untuk
mencari kebenaran semakin kuat.
Berbekal
cahaya ponsel, Raeun berjalan pelan melewati lorong sekolah, saat ini tujuannya
adalah ruang monitor CCTV. Beruntung Raeun hafal letak CCTV yang ada gedung sekolah
itu, sehingga ketika ia melewati bagian yang terekam lensa kamera, ia akan
mematikan cahaya ponselnya. Pakaian berwarna gelap yang ia kenakan sangat
membantunya berkamuflase. Tiba di depan ruang monitor, Raeun mendapati pintu
yang terlihat renggang, sepertinya petugas penjaga ruang tersebut tengah keluar. Kesempatan itu tak ia
sia-siakan, segera ia masuk ke ruangan itu dan menemukan beberapa komputer yang
masih menyala, dengan cepat Raeun menggerakkan kursor dan mencari data rekaman CCTV
2 hari yang lalu.
Tak
lama terdengar suara langkah kaki dan
cahaya lampu menuju ruang monitor, namun hal tersebut sama sekali tak disadari
oleh Raeun yang masih asyik menggeledah file rekaman CCTV. Hingga langkah kaki
penjaga itu semakin mendekat, sebuah tangan membekap mulut Raeun dan
menyeretnya menuju sisi lemari yang cukup besar di ruangan itu. Raeun begitu
terkejut, membuat jantung dan nafasnya berirama cepat, ia hendak berteriak
namun diurungkannya ketika melihat penjaga masuk ke ruangan itu.
Hanya
seling detik berikutnya, si penjaga
kembali keluar ruangan setelah menggumamkan sesuatu yang ditinggalkannya.
Setelah penjaga itu menjaih, Raeun segera menarik tangan yang membekap mulutnya
dan mengarahkan cahaya ponselnya kewajah orang itu.
“Park ..Ji
Hoon..”
~
Raeun masih memperhatikan
gerak-gerik namja yang tengah sibuk memeriksa sudut ruangan guru itu.
Entah kenapa ia selalu diliputi rasa kesal jika berhubungan dengan siswa
bernama Park Ji Hoon ini, terbukti dengan kejadian malam itu saat dirinya
tiba-tiba dibekap dan diseret ke sisi lemari, untunglah jantungnya kuat menahan
semua keterkejutan itu.
“Ya, kenapa berdiri saja? Carilah
sesuatu sebelum penjaga itu menyalakan CCTV ruangan ini.”
Mendengar teguran dari Ji Hoon
membuat Raeun beranjak dari keterdiamannya, sebelum kesini mereka telah
menonaktifkan CCTV ruang guru agar memudahkan investigasi.
Raeun terlihat serius mendalami
kegiatan investigasi itu, ia mencoba mencari benda yang kiranya dapat memberi
mereka petunjuk dengan insiden yang telah melibatkan Sohye. Saat bola matanya
menelusuri bagian rak atas lemari berkas tiba-tiba ia melihat lampu CCTV yang
kembali menyala, sosok mereka mungkin tak terlihat karena ruang guru yang gelap,
namun cahaya dari ponsel yang mereka gunakan bisa menunjukkan keberadaan
mereka.
“Ji Hoon, matikan pon.. aakk” Raeun
yang hendak berjalan menuju Ji Hoon tiba-tiba terhenti ketika ia merasakan
sesuatu menusuk kakinya.
Ji Hoon yang melihat Raeun meringis
sambil memegang kakinya segera menghampiri, ia kemudian memeriksa kaki Raeun
yang nampaknya terluka.
“Kita harus meninggalkan ruangan
ini sekarang.”
~
Dengan
tertatih Raeun berjalan menuju sebuah bangku. Mereka hampir saja tertangkap
mata oleh para penjaga, namun mereka berhasil kabur dan singgah di taman kota
yang tak jauh dari sekolah Tourin. Raeun kembali meringis ketika melihat darah
yang semakin banyak keluar dari luka dari kakinya. Ia kemudian memperhatikan JI
Hoon tengah mengambil sesuatu dari motornya yang terparkir tak jauh dari tempat
duduknya.
“Kau membawa obat-obatan?” Tanya Raeun heran
ketika melihat Ji Hoon menghampirinya dengan sebuah kotak transparan yang dapat
dilihat dengan jelas isinya adalah perlengkapan P3K. Ia tak menyangka, siswa
yang cukup liar seperti Ji Hoon ternyata juga peduli dengan keselamatan.
“Aku
selalu membawanya dalam jok motorku, sini, biar kulihat luka kakimu.”
Raeun
dengan ragu mengangkat kakinya yang terluka “Apa karena sering berkelahi atau
balapan liar kau jadi membawa obat-obatan?”
“Tidak
juga, salah satunya bisa jadi karena kecerobohan seseorang. Seperti dirimu.”
Raeun
mencibir mendengar perkataan Ji Hoon, raut wajahnya berubah menjadi meringis
saat Ji Hoon mengoleskan cairan anti septik pada lukanya.
“Ternyata
tak hanya diriku yang berada pada pihak Sohye.” Ujar Raeun seraya menatap Ji
Hoon, mendengar itu Ji Hoon hanya menoleh sebentar kemudian focus mengobati
luka Raeun“ Sejak awal aku merasa kejadian ini sudah janggal. Mana mungkin
siswa yang mendapat julukan penakluk rumus fisika seperti Sohye ingin
mengacaukan kompetisi itu” Lanjut Raeun.
“Posisi
Sohye memang rumit, karena dia menjadi satu-satunya saksi saat kejadian, belum
lagi bukti-bukti yang mengarah padanya. Aku yakin ini hanya sebuah provokasi
yang memanfaatkan Sohye.”
Raeun
mengangguk-angguk setuju dengan pendapat Ji Hoon,
“Tapi,
kenapa kau juga ingin mengungkap kasus Sohye, apa jangan-jangan kau…” belum
sempat Raeun menyelesaikan perkataannya, Ji Hoon menyela.
“Sebaiknya
kita pulang.”
~
“Mianhae
Racoon-ah, unnie tiba-tiba saja mengantarkan Jun kerumahku. Dia ada rapat
mendadak dengan atasannya. Mana mungkin kan aku membawa Jun bersamamu ke Namsan
Tower?”
Raeun
menghela nafas panjang, akhir pekan ini ia dan Chaeyeon berencana pergi ke
Namsan Tower untuk mengambil beberapa foto yang akan dikirim pada lomba
fotografi, namun mendadak Chaeyeon harus menjadi babysitter keponakannya
pagi itu. Padahal deadline pengumpulan foto tinggal 1 hari lagi, mau
tidak mau Raeun harus pergi hari itu juga.
“Pasti
akan sangat merepotkan membawa anak kecil, tak apa Chaeyoen, aku bisa pergi
sendiri.” Ucap Raeun dengan nada riang sembari memandangi kakinya yang
diperban, ia tak ingin menceritakan kondisinya saat ini kepada Chaeyeon, sahabatnya
itu pasti sangat khawatir dan merasa tak nyaman karena tak jadi menemaninya.
Raeun
duduk termenung di kursi halte bis, ia masih ragu apakah ia harus pergi ke
Namsan Tower, padahal jaraknya cukup jauh, belum lagi ia kesulitan berjalan
karena kakinya yang sakit. Tiba-tiba sebuah kendaraan berhenti di depannya.
“Jihoon”
Raeun mengernyit heran ketika melihat Jihoon berhenti di depannya.
“Naiklah.”
“Tidak
perlu, aku akan menunggu bus saja.”
“Dengan
kondisi kaki seperti itu?” Tanya Jihoon dengan pandangan matanya menuju pada
kaki Raeun.
Raeun
hanya terdiam, sebenarnya ia masih ragu dengan tujuannya saat itu.
“Aku
tau tempat wisata yang bagus dijadikan objek foto.”
Kali ini
perkataan Ji Hoon mampu menghilangkan sedikit keraguan Raeun walau ia tak tahu
pasti kemana Jihoon akan membawanya.
~
Raeun
memandang takjub pemandangan yang saat ini terhampar di depan matanya. Sungai
jernih dengan aliran yang begitu tenang,
dihiasi dengan pepohonan ginkgo dengan daun keemasan yang tumbuh
disisinya.
“Dulu
ini adalah tempat wisata, namun seiring dengan pembangunan, tempat ini terlupakan. Lihat saja sebagian besar
pengunjung di sini adalah orang tua. Tempat ini tak diperhatikan lagi, beberapa
fasilitasnya bahkan mengalami kerusakan parah.” Jelas Ji Hoon.
Raeun
memperhatikan sekelilingnya, dan benar saja sebagian besar pengunjung di sana
adalah mereka yang diperkirakan berusia di atas 40 tahun, bisa di bilang hanya
mereka berdua yang berusia muda di sana..
“Akan
sangat bagus jika kau menjadikannya sebagai objek fotomu, kau bisa mengangkat
keberadaan tempat wisata ini lagi.” Lanjut Ji Hoon.
Raeun
tersenyum, Ji Hoon benar. Kenapa ia menargetkan tempat-tempat yang sudah
terkenal untuk menjadi objek fotonya. Padahal masih banyak di tempat-tempat
yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat wisata, dengan begitu pemerintah
pasti akan lebih memberikan perhatiannya.
Dengan
semangat Raeun mengeluarkan kamera yang beberapa hari lalu dipinjamkan Mihyun
dari dalam tasnya. Dia kemudian mengarahkan lensanya menangkap pemandangan yang
terlihat sangat alami. Bahkan Raeun berkali-kali berpindah posisi walau dengan
kakinya yang masih sakit demi mendapat foto dengan angle yang sempurna.
Raeun
tersenyum puas dengan hasil yang didapatkan dari lensa kameranya, ia bahkan
sampai lupa dengan keberadaan Jihoon, maniknya kemudian berkeliling mencari hingga
menemukan sosok tersebut yang tengah tersenyum memandang burung-burung kecil
yang hinggap di atas batu pinggiran sungai. Entah kenapa Raeun tertarik untuk mengarahkan
lensa kameranya tepat pada wajah Ji Hoon. Tak ada gerakkan dari jari gadis itu
untuk menekan tombol mengambil gambar, ia justru tenggelam pada wajah dengan garis yang mampu
menghipnotis dirinya, belum lagi sudut-sudut bibir pria itu terangkat,
membuatnya Raeun menyadari satu hal, ternyata Ji Hoon adalah sosok pria yang
manis.
Klik,
satu gambar pria itu telah berhasil diabadikan. Entah mengapa Raeun merasa
beruntung bisa mendapatkan foto Jihoon yang tengah tersenyum, dibandingkan
dengan foto-foto lain yang ia ambil ketika JI Hoon melanggar peraturan. Foto
Jihoon menjadi foto terakhir yang Raeun ambil, ia kemudian memasukkan
kamera ke dalam tasnya dan berjalan
pelan menuruni batu besar yang ia jadikan pijakan, namun tiba-tiba kakinya tersandung
hingga membuatnya hilang keseimbangan.
“Gwnchana?”
Raeun bahkan tak sempat menghitung detik waktu, Jihoon dengan cepat menghampiri dan menanyakan keadaannya.
“Aku
baik-baik saja, hanya tersandung.” Ujar Raeun sambil berusaha berdiri dibantu
Jihoon yang menariknya di lengan.
“Kau
harus hati-hati, luka di kakimu masih belum sembuh.”
Entah
mengapa perkataan Ji Hoon barusan terasa aneh di telinga Raeun. Lantas ia
menatap wajah Ji Hoon dengan jarak yang cukup dekat, membuat Raeun kembali menyadari
jika hasil jepretannya barusan tak dapat mengalahkan sosok aslinya.
~
Walau
terasa berat Sohye terus melangkahkan kakinya memasuki gedung sekolah Tourin
School. Beberapa pasang mata terlihat terkejut melihat kedatangannya, bahkan
tak sedikit dari mereka yang memberikan tatapan sinis. Namun Sohye terus
berusaha menguatkan hatinya. Hari ini adalah hari dimana ia kembali ke sekolah,
setelah menjalani hukuman selama satu minggu. Sebenarnya masih ada satu sanksi
yang diterimanya selain di skorsing selama satu minggu, yaitu tak lagi menjadi salah siswa kelas A.
Sohye
menghentikan langkah kakinya sebelum memasuki ruang kelas dengan palang
bertuliskan F – 2 Class, dari sudut
matanya ia dapat melihat siswa-siswa kelas F yang tengah sibuk dengan aktivitas
mereka masing-masing. Setelah menarik nafas panjang ia mengetok pintu dan membuat
seisi kelas terdiam memandang sosoknya.
Kali
ini fikiran akan penolakan kembali menghantui Sohye. Ia hanya bisa menunduk
berjalan ke depan kelas untuk mempekenalkan diri.
“Anyoeng
Haseo, namaku Kim Sohye, mulai hari ini aku akan menjadi siswa kelas F,
jadi kumohon kerjasamanya.”
Kelas
masih hening, tak ada sahutan.
Hingga
sebuah suara terdengar dari salah satu siswa.
“Welcome
to Fantastic Class”
Saat
itu juga kelas menjadi gaduh, semua orang tampak antusias dan gembira menyambut
kedatangan Sohye. Sohye masih tak percaya dengan penyambutan yang tak kalah
meriahnya dengan pesta ulang tahun. Seketika kekhawatirannya akan penolakan sirna
begitu saja. Hingga dirinya dikejutkan dengan sebuah rangkulan dipundaknya.
“Selamat
datang di kelas F chingu-a, sekarang kau sudah resmi menjadi keluarga
besar kelas F.” Ucap Raeun disertai senyuman yang lebar.
Sohye
tak perlu merasa menyesal karena tak lagi menjadi siswa kelas unggulan. Justru
ia yakin, dikelas sederhana ini ia bisa mendapat kehangatan dan kebahagiaan
yang sesungguhnya. Siswa-siswa di kelas itu bahkan tak henti mengucapkan
selamat datang dan kalimat semangat untuknya. Diantara mereka, Sohye dapat
melihat seseorang yang membuat rasa hangat menjalar ke dalam hatinya, Park Ji
Hoon tersenyum ke arahnya.
Di
tengah kegaduhan itu, kembali terdengar suara ketukan pintu. Kali ini ketukan
itu berasal dari seorang yang membuat wanita di kelas F benar-benar diam
mematung.
“Yoo
Ra Eun, bisa bicara denganmu sebentar.” Setelah menemukan sosok yang dicarinya
tak jauh dari pintu, Hwang Min Hyun segera memanggilnya.
Raeun
yang menyadari jika Minhyun memanggilnya hanya bisa mengangguk terbata kemudian
berjalan mengikutinya keluar kelas.
“Minhyun-a,
aku sudah selesai menggunakan kameramu, besok akan aku kembalikan.” Raeun
memulai pembicaraan setelah mereka berdiri di lorong depan kelas Raeun sendiri.
“Kalau
begitu kau bisa membawa kameraku sore besok, di kafe dekat taman kota.”
“Ka..fe?”
Raeun mengernyit.
“Ya,
ada sesuatu yang juga aku ingin bicarakan denganmu.”
Seketika
mata Raeun membulat mendengar pernyataan Minhyun, ia bahkan dapat mendengar
beberapa suara pekikan dari teman-teman wanitanya yang merapat pada jendela
kelas.
“Ba…baiklah.”
Baru sembuh
dari writer’s block syndrome, kekeke. Semoga ke depan bisa update chapter tepat
waktu, and I hope
these ideas can flow smoothly.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar