The
Crown Prince
by
Shin Eun So
EXO’s
Kim Jongdae (Chen), OC’s Kim Jongmi, | Family, Saeguk, Manipulation Age |
Ficlet
“Jeoooha” lengkingan
keras dari para Kasim justru membuat langkah si putra mahkota semakin cepat,
melewati bangunan utama istana Changgyeonggung , bahkan jubah
biru malamnya tak menjadi penghambat kelincahan kaki-kakinya. Beruntung hampir
seluruh para pengawal istana sedang pergi berperang bersama Raja.
Kim Jongdae- Sang Putra Mahkota
mengintip pelan dibalik tiang besar bangunan istana, para Kasim yang
mengejarnya masih belum terlihat. Kesempatan itu ia gunakan untuk berlari
kearah gerbang timur istana. Entah keberuntungan atau hanya kebetulan, sang
pangeran menemukan kuda tunggangannya, dan tanpa pikir panjang ia segera memacu
kudanya meninggalkan istana.
~
Blubb.. suara batu yang
dilemparkan memecah ketenangan air danau, berbaur dengan suara katak, ditambah
suara mistis yang berasal dari lambungnya. Jongdae sadar sejak insiden kaburnya
ia dari istana hingga matahari yang telah melewati batas ubun-ubun, ia tak
sempat mengunyah satupun makanan. Seekor katak yang tengah menggunakan lidah
panjangnya menangkap capung di atas teratai menarik perhatiannya. Katak itu
kemudian nampak memandang ke arah Jongdae seraya mengeluarkan bunyi, seakan berbicara
padanya.
“Aigooo… kau mengejekku huh? Semudah
itu kau mendapat makanan.” dengan kesal
ia melempar batu berukuran cukup besar ke arah si katak, namun batu itu melesat
jatuh ke dalam air.
Jongdae kembali megerang kesal sembari
memegang perutnya yang kian terasa menusuk. Kini ia hanya menyandarkan dirinya
di batang pohon besar yang tumbuh tepat dipinggir danau, bahkan iksongwan
yang ada di kepalanya tak lagi beraturan, hingga anak-anak rambutnya
terlihat keluar. Sesekali ia menggaruk kepala dan bagian tubuhnya yang terasa
gatal, mungkin serangga di sekitar danau tak ingin ketinggalan menggoda si
Pangeran yang baru kabur dari istana itu.
~
Beberapa orang berkuda dipimpin
seorang wanita dengan pakaian khas istana dengan rambut dikepang satu dan
diikat pita menembus hutan. Tiba di persimpangan, ia memerintahkan beberapa
orang pengawalnya mengambil jalan barat, sedangkan dirinya dan beberapa lagi
melewati jalan timur. Saat di perjalanan, wanita itu tiba-tiba teringat sesuatu,
ia menghentikan lari kudanya, kemudian merubah arahnya menuju selatan,
mengikuti suara hatinya yang terus menguarkan nama danau gaeguli.
Wanita itu mengangkat tangan, isyarat
perintah kepada dua pengawal yang mengikutinya untuk berhenti. Maniknya menajam
saat menemukan objek yang dicarinya tengah uring-uringan di bawah pohon pinggir
danau. Ia lantas turun dari kuda dan berjalan mendekati sosok tersebut.
“Wangseja-nim..”
Jongdae yang mengenali suara tersebut
segera menegakkan tubuhnya dan merapikan iksongwan yang ada di
kepalanya, namun sedikitpun ia tak berniat memalingkan wajahnya.
“Sebaiknya Nunim kembali karena
aku tak akan pulang ke istana.”
Sahutan Jongdae membuat senyum simpul
di wajah gadis yang tak lain adalah kakak perempuannya – Kim Jongmi, ia sudah
paham betul bagaimana sifat adiknya yang tengah berada pada masa pubertas itu.
“Aboeji sebentar lagi akan sampai di istana,
kau tak ingin menyambutnya?”
Mendengar kabar bahwa Ayahnya sebentar
lagi akan datang membuat Jongdae bergidik. Sepintas bayangan mengerikan
menghantui pikirannya.
“Aku tetap tak akan kembali ke istana,
atau sebaiknya aku tak usah kembali lagi untuk selamanya”
“Kim Jongdae, jaga bicaramu.” Jongmi
meninggikan suaranya, tak setuju dengan perkataan adiknya.
“Nunim, cobalah mengerti
bagaimana rasanya menjadi putra mahkota, seharian hanya menghabiskan waktu
untuk belajar. Belum lagi dengan aturan istana yang benar-benar membosankan.
Aku lelah menjadi Putra Mahkota dan kehidupan istana. Kalaupun kutukan memakan
katak di danau ini bisa merubah manusia menjadi salah satu dari mereka itu benar,
aku akan melakukannya, jadi aku tak perlu lagi terikat dengan kehidupan istana”
Mendengar pernyataan Jongdae, Kim Jongmi
lantas mendekat ke tepian danau, dengan cekatan gadis itu mencari seekor katak,
tak selang lama kemudian ia berhasil mendapat seekor katak berwarna hijau.
“Ini, makanlah, apa perlu aku
potongkan untukmu?” Tanya Jongmi sambil mendekatkan katak ke arah Jongdae,
namun si Pangeran justru melangkahkan kakinya mundur sambil bergidik.
“Lihat, bahkan menyentuh katak pun kau
geli, bagaimana bisa kau berani memakannya?”
“Yaa..Nunim aku tak berbicara
serius tadi.”
Jongmi melepaskan kembali katak dari
genggamannya seraya menatap wajah masam adiknya. Sejenak tercipta keheningan di
antara mereka berdua. Jongdae kembali memandang ke arah danau, tepat pada
bayangan dirinya yang seakan menahannya untuk tetap diam di tempat itu.
“Andai saja aku tidak memecahkan guci
air suci itu, mungkin tidak akan serumit ini.”
Mendengar ujaran Jongdae yang sarat
penyesalan mengingatkan Jongmi kembali pada kegaduhan pagi tadi, diawali dengan
teriakkan Halma Mama yang membuat seluruh penjuru istana
panik. Guci berisi air suci milik Raja yang pecah, serta Pangeran Jongdae yang
berlari dikejar-kejar para Kasim kemudian pergi meninggalkan istana. Hingga
matahari semakin berpendar ke barat, ia tak jua menemukan sosok adiknya itu di
istana.
Kedatangan seseorang membuyarkan keheningan
di antara mereka, Dayang Ma, baru saja
tiba dengan beberapa orang kasim. Ia menunduk hormat kemudian meminta izin
kepada Jongmi untuk membisikkan sesuatu, mendengar bisikkan itu, raut wajah Jongmi
berubah seketika. Jongdae yang memperhatikan mereka yakin jika Dayang Ma datang
membawa berita dari kerajaan, lebih tepatnya berita buruk untuknya.
“Nunim, kumohon jangan
beritahukan keberadaanku pada Aboedji, aku benar-benar tidak ingin
dihukum.”
Kim Jongmi menggeleng-gelengkan
kepalanya seraya memasang raut wajah tegas, tak peduli dengan wajah pias
adiknya “Kau sudah tertangkap yang mulia, Joeha. Kau tidak bisa lari
dari hukuman, sekalipun aku kakak kandungmu, hukum kerajaan harus tetap
dijalankan.”
Seketika itu juga Jongdae berlutut di
depan Jongmi, ia menundukkan kepalanya dalam, suara isak mulai terdengar diantara
tarikan nafasnya.
“Nu..nim kumohon. Aku tidak akan nakal
lagi, aku akan berusaha menjadi putra mahkota yang baik, dan aku ..merestui
hubunganmu dengan Panglima Chanyoel.”
Pernyataan Jongdae terakhir membuat Jongmi
tak sanggup lagi menahan tawanya. Jongdae hanya menatap kakaknya heran.
“Sekarang aku percaya dengan ucapanmu
tempo hari tentang gangguan penglihatan halma mama, guci itu bukan guci yang
berisi air suci, hanya guci biasa yang akan digunakan pada ritual di kuil nanti”
Tak ada satupun kelegaan yang
dirasakan Jongdae, alih alih melihat kakaknya yang masih sibuk tertawa, ia
lebih memilih memandang ke arah danau, dan sesuatu membuat rasa kesalnya
semakin bertambah.
Seekor katak berwarna kebiruan baru
saja berhasil memangsa laba-laba yang berukuran cukup besar, katak itu kemudian
menghadap ke arahnya dan menjulurkan lidahnya yang panjang dengan cepat seakan
mengolok dirinya. Sang Putra Mahkota masih merasa lapar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar