Jumat, 29 September 2017

The Crown Prince (Ficlet)


The Crown Prince
by Shin Eun So
EXO’s Kim Jongdae (Chen), OC’s Kim Jongmi, | Family, Saeguk, Manipulation Age | Ficlet


Jeoooha” lengkingan keras dari para Kasim justru membuat langkah si putra mahkota semakin cepat, melewati bangunan utama istana Changgyeonggung , bahkan jubah biru malamnya tak menjadi penghambat kelincahan kaki-kakinya. Beruntung hampir seluruh para pengawal istana sedang pergi berperang bersama Raja.
Kim Jongdae- Sang Putra Mahkota mengintip pelan dibalik tiang besar bangunan istana, para Kasim yang mengejarnya masih belum terlihat. Kesempatan itu ia gunakan untuk berlari kearah gerbang timur istana. Entah keberuntungan atau hanya kebetulan, sang pangeran menemukan kuda tunggangannya, dan tanpa pikir panjang ia segera memacu kudanya meninggalkan istana.
~
Blubb.. suara batu yang dilemparkan memecah ketenangan air danau, berbaur dengan suara katak, ditambah suara mistis yang berasal dari lambungnya. Jongdae sadar sejak insiden kaburnya ia dari istana hingga matahari yang telah melewati batas ubun-ubun, ia tak sempat mengunyah satupun makanan. Seekor katak yang tengah menggunakan lidah panjangnya menangkap capung di atas teratai menarik perhatiannya. Katak itu kemudian nampak memandang ke arah Jongdae seraya mengeluarkan bunyi, seakan berbicara padanya.
          “Aigooo… kau mengejekku huh? Semudah itu kau mendapat makanan.”  dengan kesal ia melempar batu berukuran cukup besar ke arah si katak, namun batu itu melesat jatuh ke dalam air.
          Jongdae kembali megerang kesal sembari memegang perutnya yang kian terasa menusuk. Kini ia hanya menyandarkan dirinya di batang pohon besar yang tumbuh tepat dipinggir danau, bahkan  iksongwan  yang ada di kepalanya tak lagi beraturan, hingga anak-anak rambutnya terlihat keluar. Sesekali ia menggaruk kepala dan bagian tubuhnya yang terasa gatal, mungkin serangga di sekitar danau tak ingin ketinggalan menggoda si Pangeran yang baru kabur dari istana itu.
                   
~
          Beberapa orang berkuda dipimpin seorang wanita dengan pakaian khas istana dengan rambut dikepang satu dan diikat pita menembus hutan. Tiba di persimpangan, ia memerintahkan beberapa orang pengawalnya mengambil jalan barat, sedangkan dirinya dan beberapa lagi melewati jalan timur. Saat di perjalanan, wanita itu tiba-tiba teringat sesuatu, ia menghentikan lari kudanya, kemudian merubah arahnya menuju selatan, mengikuti suara hatinya yang terus menguarkan nama danau gaeguli.
          Wanita itu mengangkat tangan, isyarat perintah kepada dua pengawal yang mengikutinya untuk berhenti. Maniknya menajam saat menemukan objek yang dicarinya tengah uring-uringan di bawah pohon pinggir danau. Ia lantas turun dari kuda dan berjalan mendekati sosok tersebut.
          “Wangseja-nim..”
          Jongdae yang mengenali suara tersebut segera menegakkan tubuhnya dan merapikan iksongwan yang ada di kepalanya, namun sedikitpun ia tak berniat memalingkan wajahnya.
          “Sebaiknya Nunim kembali karena aku tak akan pulang ke istana.”
          Sahutan Jongdae membuat senyum simpul di wajah gadis yang tak lain adalah kakak perempuannya – Kim Jongmi, ia sudah paham betul bagaimana sifat adiknya yang tengah berada pada masa pubertas itu.
          “Aboeji sebentar lagi akan sampai di istana, kau tak ingin menyambutnya?”
          Mendengar kabar bahwa Ayahnya sebentar lagi akan datang membuat Jongdae bergidik. Sepintas bayangan mengerikan menghantui pikirannya.
          “Aku tetap tak akan kembali ke istana, atau sebaiknya aku tak usah kembali lagi untuk selamanya” 
          “Kim Jongdae, jaga bicaramu.” Jongmi meninggikan suaranya, tak setuju dengan perkataan adiknya.
          “Nunim, cobalah mengerti bagaimana rasanya menjadi putra mahkota, seharian hanya menghabiskan waktu untuk belajar. Belum lagi dengan aturan istana yang benar-benar membosankan. Aku lelah menjadi Putra Mahkota dan kehidupan istana. Kalaupun kutukan memakan katak di danau ini bisa merubah manusia menjadi salah satu dari mereka itu benar, aku akan melakukannya, jadi aku tak perlu lagi terikat dengan kehidupan istana”
          Mendengar pernyataan Jongdae, Kim Jongmi lantas mendekat ke tepian danau, dengan cekatan gadis itu mencari seekor katak, tak selang lama kemudian ia berhasil mendapat seekor katak berwarna hijau.
          “Ini, makanlah, apa perlu aku potongkan untukmu?” Tanya Jongmi sambil mendekatkan katak ke arah Jongdae, namun si Pangeran justru melangkahkan kakinya mundur sambil bergidik.
          “Lihat, bahkan menyentuh katak pun kau geli, bagaimana bisa kau berani memakannya?”
          “Yaa..Nunim aku tak berbicara serius tadi.”
          Jongmi melepaskan kembali katak dari genggamannya seraya menatap wajah masam adiknya. Sejenak tercipta keheningan di antara mereka berdua. Jongdae kembali memandang ke arah danau, tepat pada bayangan dirinya yang seakan menahannya untuk tetap diam di tempat itu.
          “Andai saja aku tidak memecahkan guci air suci itu, mungkin tidak akan serumit ini.”
          Mendengar ujaran Jongdae yang sarat penyesalan mengingatkan Jongmi kembali pada kegaduhan pagi tadi, diawali dengan teriakkan Halma Mama yang membuat seluruh penjuru istana panik. Guci berisi air suci milik Raja yang pecah, serta Pangeran Jongdae yang berlari dikejar-kejar para Kasim kemudian pergi meninggalkan istana. Hingga matahari semakin berpendar ke barat, ia tak jua menemukan sosok adiknya itu di istana.
          Kedatangan seseorang membuyarkan keheningan di antara mereka, Dayang Ma,  baru saja tiba dengan beberapa orang kasim. Ia menunduk hormat kemudian meminta izin kepada Jongmi untuk membisikkan sesuatu, mendengar bisikkan itu, raut wajah Jongmi berubah seketika. Jongdae yang memperhatikan mereka yakin jika Dayang Ma datang membawa berita dari kerajaan, lebih tepatnya berita buruk untuknya.
          “Nunim, kumohon jangan beritahukan keberadaanku pada Aboedji, aku benar-benar tidak ingin dihukum.”
          Kim Jongmi menggeleng-gelengkan kepalanya seraya memasang raut wajah tegas, tak peduli dengan wajah pias adiknya “Kau sudah tertangkap yang mulia, Joeha. Kau tidak bisa lari dari hukuman, sekalipun aku kakak kandungmu, hukum kerajaan harus tetap dijalankan.”
          Seketika itu juga Jongdae berlutut di depan Jongmi, ia menundukkan kepalanya dalam, suara isak mulai terdengar diantara tarikan nafasnya.
          “Nu..nim kumohon. Aku tidak akan nakal lagi, aku akan berusaha menjadi putra mahkota yang baik, dan aku ..merestui hubunganmu dengan Panglima Chanyoel.”
          Pernyataan Jongdae terakhir membuat Jongmi tak sanggup lagi menahan tawanya. Jongdae hanya menatap kakaknya heran.
          “Sekarang aku percaya dengan ucapanmu tempo hari tentang gangguan penglihatan halma mama, guci itu bukan guci yang berisi air suci, hanya guci biasa yang akan digunakan pada ritual di kuil nanti”
          Tak ada satupun kelegaan yang dirasakan Jongdae, alih alih melihat kakaknya yang masih sibuk tertawa, ia lebih memilih memandang ke arah danau, dan sesuatu membuat rasa kesalnya semakin bertambah.
          Seekor katak berwarna kebiruan baru saja berhasil memangsa laba-laba yang berukuran cukup besar, katak itu kemudian menghadap ke arahnya dan menjulurkan lidahnya yang panjang dengan cepat seakan mengolok dirinya. Sang Putra Mahkota masih merasa lapar.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar